rarangselatan.desa.id - [KBR|Warita Desa] Jakarta | Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Remdesivir termasuk satu dari empat jenis obat yang sedang diuji atas pengawasan WHO dalam program “Solidarity Trial Covid-19”. Penasihat Senior Dirjen WHO untuk Urusan Pemuda dan Gender Diah Satyani Saminarsih mengatakan, Remdesivir termasuk kategori obat yang dipertimbangkan untuk mengobati pasien Covid-19. Meski begitu peredaran Remdesivir sangat diatur dan tidak boleh dijual bebas.
"Saya rasa kalau kan itu kembali lagi ke regulator negara. Jadi WHO sebenarnya hanya memberi imbauan bahwa obat-obat ini dengan list yang bisa dipake mana-mana saja nah itu dipake kemudian oleh negara. Kemudian negara meregulatenya. Membuat aturan peredaran obat tersebut," kata Diah saat dihubungi KBR, Kamis (1/10/20).
Penasihat Senior Dirjen WHO Diah Satyani Saminarsih menjelaskan, Remdesivir hanya boleh diberikan berdasarkan rekomendasi dokter. Karena itu Diah mengingatkan, perlu dibuat regulasi nasional, terkait siapa yang berhak merekomendasikan penggunaan Remdesivir, dan siapa saja yang boleh mengonsumsinya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai Remdesivir merupakan salah satu obat yang teruji efektif mengobati pasien Covid-19 dengan gejala sedang dan berat. Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban menjelaskan, Remdesivir sudah diteliti di Amerika Serikat, dan lolos uji klinis untuk pemakaian darurat.
Namun ia mengingatkan, Remdesivir punya efek samping yang bisa menimbulkan alergi. Bahkan kalau pasien punya gejala hipersensitif, Remdesivir bisa berdampak pada tekanan darah dan denyut jantung melambat, atau justru malah lebih cepat. Efek samping itu disertai mual dan kulit kemerahan.
"Jadi disetujui otorisasi untuk pemakaian emergency dan jadi bukan standar kaya obat yang langsung bisa diedarkan. Tapi kalau mau dipakai emergency boleh. Jadi kesimpulannya apakah berguna? Berguna. Apakah lebih baik dari cloroquine? Iyalah lebih baik. Cloroquine sekarang banyak tidak disarankan lagi," ucap Zubairi kepada KBR, Kamis, (1/10/2020).
Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban menuturkan, hingga kini Remdesivir menjadi obat anti-virus korona yang paling kuat bukti uji ilmiahnya. Selain Remdesivir, Zubairi menyebut obat Avigan yang juga dipakai untuk mengobati pasien Covid-19. Ada juga obat-obat lain yang bisa menekan angka kematian pasien Covid-19, meskipun tidak bersifat anti-virus korona, seperti obat pengencer darah Fondaparinux.
Sebelumnya PT Kalbe Farma berkolaborasi dengan perusahaan Amarox Pharma Global meluncurkan obat Covifor untuk pasien Covid-19 di Indonesia, Kamis (01/10). Obat produksi Hetero perusahaan farmasi asal India ini diklaim telah memenuhi standar yang telah disetujui otoritas regulasi global yang ketat, seperti Badan Kesehatan Amerika (USFDA) dan Komisi Eropa (EU).
Covifor yang diimpor dari India merupakan versi generik Remdesivir yang membeli lisensi dari perusahaan biofarmasi asal Amerika Serikat, Gillead Sciences. Dalam situs Gilead disebutkan, awalnya mengembangkan Remdesivir itu untuk mengatasi virus Ebola dan Marburg. Hingga Kamis (01/10) kemarin jumlah kasus di Indonesia terkonfirmasi 291.182 dengan jumlah sembuh 218.487 dan meninggal sejumlah 10.856.
Oleh : Muthia Kusuma,Astri Septiani
Editor: Rony Sitanggang