Pasal 79 UU Desa menyebutkan bahwa Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Perencanaan desa dilaksanakan dengan menyusun dokumen:
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
- Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Kedua dokumen perencanaan ini ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Pasal 79 ayat (4) dan (5) menyatakan bahwa Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa dan merupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa.
Pasal 80 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.
Pasal 79 |
(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(4) Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa.
(5) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(6) Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
(7) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
|
Penjelasan |
Cukup jelas |
Pasal 80 |
(1) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.
(2) Dalam menyusun perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan Pembangunan Desa.
(1) Musyawarah perencanaan Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi:
a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;
c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan
e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa.
|
Penjelasan |
Cukup jelas |
Pembahasan di DPR
Rumusan awal pemerintah atas pasal 79-80 ini terdiri dari dua pasal, yaitu pasal 66 dan pasal 67 dengan redaksional sebagai berikut:
Rumusan RUU |
Pasal 66 |
(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut RPJM Desa untuk jangka waktu 5 (tahun) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan desa.
(4) Peraturan desa tentang RPJM dan RKP- Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa.
(5) Program-program sektor yang masuk ke desa wajib disinkronisasikan dan diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan desa.
|
Pasal 67 |
(1) Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 66 ayat (1) dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat dusun
(2) Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa dan tokoh masyarakat
(3) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai salah satu masukan utama dalam perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
|
Dari dokumen DIM, pandangan fraksi terbagi menjadi tiga, yaitu:
Pertama; yang mengusulkan Tetap, artinya menyetujui rumusan usulan pemerintah. Pandangan ini merupakan pandangan dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, Fraksi PPP, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura.
Kedua; yang mengusulkan diadakan Penyempurnaan terhadap substansi dan penambahan substansi baru, yang merupakan pandangan dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKS. Fraksi PDIP mengusulkan penyempurnaan substansi untuk rumusan pasal 66, dengan redaksional “Pemerintahan Desa menyusun perencanaan pembangunan perdesaan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Fraksi PKS mengusulkan menambahkan keterlibatan lembaga adat, selain lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat di pasal 67 ayat (2), dengan redaksional “Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa, lembaga Adat dan tokoh masyarakat.”
Sedangkan usulan penambahan substansi baru dilakukan oleh Fraksi PDIP dengan radaksional sebagai berikut: (1) Perencanaan pembangunan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari musyawarah masyarakat desa; (2) Perencanaan pembangunan perdesaan memuat jenis pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69; (3) Perencanaan Pembangunan Perdesaan dapat disusun untuk jangka panjang, jangka menengah dan tahunan; (4) Perencanaan Pembangunan Perdesaan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun menjadi Rencana Kerja Pemerintah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Ketiga; yang mengusulkan untuk Menambahkan frasa “partisipatif” , yang merupakan pandangan dari Fraksi PKB, dengan reaksional “Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa secara partisipatif sesuai kewenangannya mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.”
Dalam proses rapat pembahasan di DPR, tidak ditemukan perdebatan mengenai substansi pasal ini hingga akhirnya didapati rumusan yang disepakati adalah rumusan yang ada di pasal 79-80 UU Desa.
Tanggapan
Undang-Undang Desa ini memiliki dua pendekatan, yaitu ‘Desa membangun’ dan ‘membangun Desa’ yang tidak ada pada aturan sebelumnya. Penjelasan UU Desa menyebutkan bahwa “kedua” pendekatan ini diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa. Sebagai konsekuensinya, Desa menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Dokumen rencana Pembangunan Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa dan sebagai dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa.”
Kedua pendekatan ini merupakan pendekatan baru yang tidak ada pada UU SPPN maupun UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (lihat tabel perbandingan pengaturan tentang desa). Kondisi ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan aturan pelaksanaannya agar kedua pendekatan ini diuraikan secara jelas sehingga bisa diimplementasikan dengan baik.
- Perbandingan Pengaturan tentang Desa
Perihal |
UU SPSN |
UU Tentang Pemerintahan Daerah |
UU Desa |
Definisi Desa |
– |
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
|
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
|
Dasar kewenang-an Desa |
Desentralisasi;
Tugas Pembantuan (Medebewind)
|
Desentralisasi;
Tugas Pembantuan (Medebewind)
|
Kewenangan Asli
Desentralisasi;
Tugas Pembantuan (Medebewind)
|
Kedudukan |
Desa berada dalam sistem pemerintahan daerah kabupaten/kota
|
Desa berada dalam sistem pemerintahan daerah kabupaten/kota
|
Desa berada dalam wilayah kabupaten/kota
|
Pemba-ngunan Desa |
Bagian dari pembangunan kabupaten/kota |
Bagian dari pembangunan kabupaten/kota |
-Desa membangun berdasarkan RPJM Desa dan menggunakan sumber dana yang khusus diperuntukkan kepada Desa
– Pembangunan Desa yang merupakan bagian dari pembangunan kabupaten/kota
|
- Relasi antara Musyawarah Desa dan Musyawarah Pembangunan Desa Belum Jelas.
Pasal 80 ayat (2) menyebutkan bahwa “Dalam menyusun perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan Pembangunan Desa” sedangkan pasal 54 ayat (1) menyebutkan bahwa “Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa”. Frasa “hal yang bersifat strategis” dijelaskan di pasal 52 ayat (2) dan di point b disebutkan bahwa perencanaan Desa merupakan salah satunya. Ayat lainnya, yaitu ayat 3 pasal 80 menyebutkan “Musyawarah perencanaan Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh APB Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau APBD Kabupaten/Kota.” Beberapa pertanyaan muncul terkait dengan pasal 80 ini, yaitu: Pertama, apakah Musyawarah perencanaan Pembangunan Desa yang disebutkan di UU ini sama dengan Musrenbang Desa yang dilaksanakan pada bulan Januari setiap tahunnya, yang selama ini dipraktikkan sebelum UU ini lahir?.
Kedua, bagaimana relasi antara Musyawarah Desa dan Musrenbang Desa? Apakah keduanya merupakan kegiatan yang berbeda satu sama lain ataukah ada keterkaitan antara penyelenggaraan Musyawarah Desa dengan Musrenbang Desa? Sayangnya, UU Desa baik di norma maupun penjelasan tidak memberikan gambaran bagaimana relasi antara kedua kegiatan ini di dalam proses pembangunan Desa.
- Mekanisme Relasi antara Perencanaan Pembangunan di tingkat Desa dengan Perencanaan Pembangunan di tingkat Kabupaten/Kota belum Jelas.
Pasal 79 ayat 1 menyebutkan bahwa “Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota”, sedangkan di pasal 79 ayat 7 disebutkan “Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota” Dari dua ayat ini, terlihat ada relasi timbal balik antara perencanaan di tingkat Desa dengan perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten. Sayangnya, UU Desa baik di norma maupun penjelasan tidak memberikan gambaran bagaimana relasi antara keduanya.
- Ketentuan tentang “Masyarakat Desa” masih terlalu Umum.
Pasal 80 ayat (1) menyebutkan “Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. Penjelasan pasal ini adalah “cukup jelas” sehingga tidak ada keterangan lebih lanjut yang menjelaskan apa yang disebut dengan “masyarakat Desa”. Pertanyaan yang muncul adalah siapa saja yang dimaksud sebagai masyarakat desa yang harus terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa? Ada kecenderungan keterlibatan masyarakat desa dalam proses perencanaan pembangunan bersifat terbatas pada yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan desa. Karena itu, perlu dipertimbangkan kemungkinan tidak dilibatkannya kelompok seperti : 1) kelompok masyarakat yang berbeda pandangan politik dengan Kepala Desa; 2) kelompok masyarakat yang ternomorduakan karena kultur, seperti perempuan; 3) kelompok masyarakat miskin dan/atau kurang berpendidikan; 4) kelompok profesi seperti (nelayan, petani dll); 5) kelompok penyandang cacat, dan berbagai kelompok lain yang berhak memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat di dalam pembangunan Desa.
- Terdapat Inkosistensi Jangka Waktu RPJM Desa dengan RPJMD.
Pasal 79 ayat (2) butir a menyebutkan “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun”. Jangka waktu RPJM Desa selama 6 (enam) tahun ini memang sesuai dengan pasal 39 ayat (1) yang menyebutkan “Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan”. Namun, ada pertanyaan yang muncul mengenai hal ini, yaitu: Pertama, mengapa jangka waktu RPJM Desa ini berbeda dengan jangka waktu RPJM Nasional dan RPJM Daerah yang berdurasi 5 (lima) tahun sebagaimana diatur di dalam UU SPPN?.[2] Kedua, bagaimana proses relasi timbal balik antara perencanaan pembangunan di tingkat desa dengan perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten jika durasi perencanaan pembangunan antara keduanya berbeda? Kondisi ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan aturan pelaksanaannya agar tidak menimbulkan permasalahan pada saat implementasinya.